Rabu, 21 Agustus 2013

“Ah, sebenarnya aku mau saja menyerahkan diri. Tetapi aku bingung, menyerahkan diri pada siapa? Sosok Negara tidak aku rasakan di Nusantara ini. Apakah ini sebuah Negara? Tidak, ini hanyalah sebuah sirkus dari pasar malam yang akan segera dilupakan. Kau melepaskan kebebasanmu jika menjadi warga Negara. Kau akan kehilangan logika jika percaya pada demokrasi dan perwakilan. Dan yang paling bodoh, kau akan kehilangan akal sehat jika member mandate pada badut-badut di senayan sana…".

Demikian sebuah pernyataan dalam percakapan antara Kalek dan Batu, Kalek mengeluarkan kata-kata itu dengan tenang sementara dia dalam kuasa Batu. Ungkapan Kalek tersebut juga menggambarkan bagaimana ke dua tokoh ini berperan dalam kisah Rahasia Meede, Batu adalah seorang Intelejen dan Kalek adalah seorang tersangka teroris.

Ke dua pemeran ini bermain atau dimainkan dengan cerdas dalam setiap kisah, ketika mereka berdua saling tarik-menarik logika kebenaran, dimana Batu sebagai Intelejen adalah penegak kebenaran dan Kalek adalah pendosa yang menebarkan anarki di pelosok Nusantara. Namun, apakah memang benar seperti itu, dimana tersangka atau pelaku teror adalah seorang penjahat yang harus diberangus, sementara aparat penegak hukum atau pembela kebenaran, adalah nabi dimana kebenaran bertumpu?.

Tentu bukan hanya mereka berdua yang tampil dalam kisah-kisah menarik perburuah harta karun peninggalan VOC, ada banyak tokoh, ada banyak manusia yang terlibat, bahkan ada banyak rentetan sejarah yang simpul-menyimpul membangun sebuah logika cerita dengan sebuah kata kunci, bahwa realitas hari ini tidak ada bedanya dengan realitas masa kolonialisme Belanda.

Terlalu banyak nama disebutkan, sehingga ada kesulitan membaca kisah-kisah menarik ini. Pada satu sudut, kita beranggapan bahwa Kalek dan Batu adalah pemeran utama, tetapi bisa saja Meede yang menjadi Pemeran Utama, walaupun dia tidak banyak dibicarakan dalam kisah ini. Setelah Ayah Meede, Pieter Erberveld, dihukum mati oleh Zwaardecron, ia menghilang dan menjadi legenda. Bisa saja Cathlen Zwinckel, seorang mahasiswa Universitas Leinden, Belanda yang melakukan penelitian tentang sejarah kolonial di Indonesia, sebagai pemeran utamanya. Yang jelas, pembaca diajak bermain dengan logika cerita yang jarang atau malah belum pernah pembaca alami sebelumnya.

Buku yang diterbitkan pertamakali pada bulan Agustus 2007 ini, telah memeras banyak keringat penulisnya, buku ini rampung dalam kerja keras selama dua tahun, dan kerja keras selama itu seharusnya terbayar lunas dengan hadirnya sebuah karya brilian yang menawarkan ekspresi baru bagi para pecinta buku bacaan, utamanya Sastra.

E.S. Ito sangat menguasai apa yang dituliskannya, dia seorang penulis dengan penampilan sejarahwan, pada sudut lain, dia menampilkan wujudnya yang lain sebagai seorang wartawan, dan secepat mungkin berubah menjadi kelompok anarki. Kebosanan kita akan bacaan cengeng yang cenderung mendramatisir keadaan dengan ungkapan puitis, terbayar dalam buku ini. Sang empunya cerita, lebih banyak menyampaikan kritik kemanusiaan, kebudayaan, politik dan pemikiran. Sang penulis, menghindari pemborosan kosa kata dengan rangkaian kalimat romantis akan kondisi atau suasana dalam kisah, ia lebih banyak menceritatakan sejarah kolonialisme VOC dan berbagai strategi pemberontakan.

Kisah-kisah pencarian rahasia Meede, dimulai dengan prolog berlatar belakang Ronde Tofel Conferentie atau lebih dikenal dengan sebutan KMB (Konferensi Meja Bundar), dalam konferensi yang dilaksanakan 24 Agustus 1949 tersebut, Indonesia ( Republik Indonesia Serikat) akhirnya berdaulat dari cengkraman Belanda. Namun, semuanya tidak selesai sampai disitu, keputusan yang merugikan delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Bung Hatta, harus menerima kenyataan, bahwa Indonesia harus menanggung hutang Hindia Belanda sebesar 4,3 miliar gulden, setara dengan 1,13 Miliar dollar Amerika.

Dan kisah-kisah petualangan pun dimulai. Dengan menggunakan instrument sejarah kolonial, para pengejar Rahasia Meede dipandu untuk sampai pada sebuah penemuan yang mampu merusak tatanan Negara Indonesia, bahkan dunia, karena dengan penemuan itu, Dollar dapat terancam jatuh.

Alur cerita disusun dengan sangat cerdik, pembaca tidak hanya disuguhkan bacaan nikmat dan reflektif, akan tetapi diajak mengelilingi nusantara dengan pemandangan kolonialisme. Bentangan masa kolonialisme dan masa kebebasan nusantara sekarang, dihubungankan oleh sebuah tali sejarah yang menjadikan manusia Indonesia tidak boleh luput dari pengalaman buruk selama 350 tahun. E.S Ito dengan piawai menyampaikan, bahwa:

“Keuntungan Kolonial tidak lagi mengalir dari tanam paksa, tetapi dari mulut bawel manusia Indonesia lewat tarif pulsa”. 

Penasaran ingin membaca novelnya? tenang anda bisa membacanya secara gratis disini, silahkan klik < Baca Buku Rahasia Meede >

Related Posts by Categories

Categories: , , ,

0 komentar:

Posting Komentar

FOOTER